Search
Senin 13 Januari 2025
  • :
  • :

Kalah Telak dalam Kasus Alokasi Frekuensi di 2,3 GHz, Pemerintah Siapkan Banding

MAJALAH ICT – Jakarta. Kalah telak di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara gugatan yang dilakukan PT Internux (Bolt) terhadap Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait penggunaan pita frekuensi 2,3 GHz., Pemerintah menyatakan akan melakukan banding. Pemerintah melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tengah menyiapkan proses banding menyangkut hasil akhir putusan PN Jakarta Pusat itu.

Disampaikan Anggota BRTI, I Ketut Prihadi Kresna, pihaknya pasti akan melakukan banding. “Pasti banding, Namun sekarang kita lihat dulu putusan lengkapnya seperti apa,” katanya. Diungkapkannya, pemerintah belum diterimanya hasil putusan tersebut. Sehingga belum mempelajari isi dari putusan akhir yang dikeluarkan PN Jakarta Pusat.

Diketahui, saat ini saat ini tengah dilakukan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) untuk lelang blok kosong di spektrum 2,1 GHz dan 2,3 GHz.  Dijelaskan Mantan Kepala Bagian Hukum di Kementerian Kominfo ini, belum diketahui apakah putusan PN Jakarta Pusat itu mengganggu atau tidak untuk proses lelang, khususnya di 2,3 GHz. Hal itu karena pemerintah belum menerima hasil putusan, sehingga belum mempelajari isi dari putusan akhir yang dikeluarkan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat.

Untuk rentang 2,3 GHz, pemerintah berencana untuk melakukan lelang selebar 15 MHz dari total 30 MHz yang kosong. Proses lelang tersebut bersamaan dengan pencarian penghuni blok kosong di 2,1 GHz. “Sepanjang putusan dibilang belum inkracht, kita akan jalan terus,” tegas Ketut.

Sebagaimana diketahui, gugatan PT Internux, pemegang lisensi penggunaan frekuensi BWA 2,3 GHZ terhadap Kementerian Komunikasi dan Informasi RI sebagai tergugat dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam amar putusannya, dinyatakan bahwa tindakan Kementerian Kominfo dinilai telah melanggar Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi karena lalai dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pemenang seleksi pita frekuensi 2.3 GHz yang tidak melakukan penyelenggaraan jaringan (tidak roll out), sehingga Internux tidak dapat melakukan layanan jasa nasional.

“Menyatakan bahwa tindakan tergugat telah melanggar Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi karena lalai mengizinkan adanya kegiatan monopoli yang beroperasi secara nasional oleh pengguna pita frekuensi radio 1.9 GHz yang direalokasi ke pita frekuensi 2.3 GHz tanpa melalui proses seleksi dan lelang,” demikian disampaikan Majelis Hakim menyangkut perkara Ganti Rugi Nomor Perkara 178/Pdt.G/2016/PN JKT.PST.

Selain itu, dinyatakan pula bahwa Kementerian Kominfo telah melanggar Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi karena lalai menjamin kepastian hukum dengan mengizinkan pengguna pita frekuensi radio 1.9 GHz yang direalokasi ke pita frekuensi radio 2.3 GHz beroperasi secara langsung tanpa melalui proses lelang.

“Menghukum tergugat untuk memberikan izin penggunaan frekuensi selebar 30 MHz pada pita frekuensi radio 2.3 GHz dengan cakupan skala Nasional kepada penggugat. Menghukum tergugat agar memberikan izin kepada penggugat untuk menyediakan layanan suara, penomeran dan kode akses, serta dapat melakukan layanan secara nasional maupun internasional. Menghukum tergugat agar mengizinkan penggugat selaku pemegang izin yang sah atas izin Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal berbasis Packet Switched yang menggunakan pita frekuensi radio 2.3 GHz berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.237/KEP/M.KOMINFO /07/2009 tertanggal 27 Juli 2009 untuk melakukan kerjasama dan/atau penggabungan frekuensi dengan operator lain berdasarkan kesepakatan agar dapat beroperasi dengan rentang pita frekuensi 30 MHz,” jelas Majelis Hakim dalam putusannya.