Search
Jumat 20 Desember 2024
  • :
  • :

Menanti Era Kejayaan Bisnis Fintech (Bagian 4 – Habis)

Pelaku Fintech Desak OJK untuk Serius Tindak Lanjut Koordinasi Aturan Layanan P2P Lending

Pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi FinTech Indonesia mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk lebih serius menunjukkan komitmennya dalam membangun industri teknologi finansial (tekfin) khususnya usaha p2p (peer-to-peer) lending atau kegiatan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi.

Wakil Ketua Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH Indonesia), Adrian Gunadi, menegaskan, “Pelaku usaha tekfin mengharapkan realisasi komitmen regulator menyusul dikeluarkannya Peraturan OJK (P.OJK) Nomor 77/POJK.1/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) pada Desember 2016 lalu.”

Telah tiga bulan sejak dikeluarkannya P.OJK no. 77 tersebut, namun belum tampak perkembangan signifikan dalam hal jumlah perusahaan tekfin yang mendapatkan izin usaha dari OJK. Sebaliknya, banyak perusahaan tekfin yang menemui kesulitan dalam mendapatkan informasi yang jelas seputar teknis pendaftaran p2p lending di OJK.

“Situasi ini menyulitkan para pelaku usaha dan berimbas pada kinerja perusahaan. Padahal animo masyarakat terhadap bisnis fintech p2p lending sangat besar. Hal ini terbukti dari tingginya ekspektasi masyarakat untuk dapat menggunakan layanan pinjam meminjam dari perusahaan tekfin yang lebih dulu telah terdaftar di OJK,” jelas Adrian. “Kami mengharapkan respon yang lebih serius dari OJK dalam perannya sebagai regulator, agar mampu menciptakan ekosistem industri yang lebih kondusif bagi pertumbuhan pasar.”

Per Maret 2017, baru tercatat sebanyak 27 perusahaan tekfin dengan skema p2p lending dan crowdfunding yang telah mendaftarkan diri untuk menjadi badan usaha. Dari jumlah tersebut, hampir seluruhnya hanya menerima tanda bukti terima dokumen pendaftaran saja tetapi belum menerima surat keterangan telah mendaftar. Hal ini tentu menjadi penghambat bagi proses pengajuan perizinan usaha selanjutnya.

Perusahaan-perusahaan tersebut juga kini sedang berusaha memenuhi aturan minimum permodalan yang ditetapkan regulator, yakni Rp 2,5 miliar untuk mengajukan perizinan. Saat mendaftar, perusahaan diwajibkan memiliki modal disetor minimal Rp 1 miliar untuk perusahaan tekfin yang berbadan hukum perseroan, maupun koperasi.

Sementara, pertumbuhan industri tekfin dengan skema p2p lending tumbuh dengan pesat di Indonesia saat ini. AFTECH Indonesia memetakan sedikitnya 157 perusahaan start-up fintech yang saat ini beroperasi dengan aktif di Indonesia, dengan nilai transaksi mencapai 18,64 miliar dollar AS (menurut data Riset Statista). Dari total jumlah pelaku tersebut, sektor pinjaman dan pembiayaan personal mencapai 25% dan diprediksi untuk terus tumbuh sejalan dengan potensi pasar yang masih besar.

Mendesaknya kebutuhan pelaku usaha akan realisasi komitmen OJK menjadi pembahasan utama dalam Rapat Kerja Tahunan Bidang P2P Lending AFTECH Indonesia pada Rabu, 22 Maret 2017. Dalam rapat kerja tersebut para pelaku usaha menyampaikan keluhan serta harapannya terhadap peran tegas OJK sebagai regulator.

Ketua Bidang P2P Lending AFTECH Indonesia, Reynold Wijaya, mengatakan, “Banyak tindak lanjut koordinasi yang mendesak untuk direalisasikan, seperti perlunya pembentukan lembaga pengawas fintech di OJK yang khusus mengawasi jalannya usaha p2p lending; mendesaknya koordinasi dan sinergi OJK dengan kementerian/lembaga negara terkait, seperti misalnya dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi sehubungan dengan bukti kesiapan operasional yang harus dipenuhi pelaku usaha; perlunya kejelasan sejumlah prosedur kerja seperti standar implementasi Know Your Customer (KYC) secara digital, sertifikasi digital untuk tanda tangan elektronik, serta tata cara pendaftaran perusahaan ke OJK.”

Direktur Kebijakan Publik AFTECH Indonesia, Ajisatria Suleiman, menambahkan, “Selain menampung keluhan dari para pelaku usaha, Asosiasi juga mengusulkan beberapa poin solusi, seperti mendorong pembentukan unit setingkat Departemen di dalam tubuh OJK yang memiliki kuasa untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Departemen tersebut diusulkan untuk bersama-sama pelaku usaha melakukan road show ke daerah-daerah untuk mensosialisasikan P.OJK No. 77. Selain itu, OJK diusulkan untuk segera menerbitkan Surat Edaran OJK (SE OJK) untuk memperjelas alur pendaftaran dan perizinan.”

Ia juga menjelaskan, “Di lain pihak, pelaku usaha tekfin yang bergerak di bidang p2p lending siap dan berkomitmen untuk senantiasa mematuhi peraturan-peraturan OJK, termasuk mematuhi iuran tahunan sebagaimana yang berlaku di sektor jasa keuangan lain.”

Saat ini AFTECH Indonesia beranggotakan 70 perusahaan dari berbagai sektor. Aji mengungkapkan, “Banyak perusahaan anggota yang belum muncul ke publik dan sedang menyiapkan diri untuk memproses izin sesuai P.OJK 77.”

Secara umum AFTECH Indonesia menyoroti peran regulator yang sangat penting dalam memastikan perkembangan positif industri tekfin di masa depan mengingat industri ini menjalankan bisnis yang sangat riskan jika tidak diatur dan diawasi dengan baik. “Kami sangat menantikan realisasi cepat OJK untuk memberikan landasan regulasi yang kuat bagi para pemangku kepentingan di industri ini, mengingat tingkat pertumbuhan skema p2p lending begitu pesat di Indonesia. Hal ini tidak hanya baik bagi iklim usaha, namun juga penting untuk memastikan keamanan dan kenyamanan para pengguna,” pungkas Adrian.

<< Sebelumnya