Search
Jumat 20 Desember 2024
  • :
  • :

KPPU Berikan Tiga Rekomendasi Kisruh Transportasi Konvensional vs Berbasis Aplikasi

MAJALAH ICT – Jakarta. Kontroversi kehadiran transportasi berbasis aplikasi di tengah transportasi konvensional mendapat perhatian dari – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Untuk membantu pemerintah menyelesaikan kompetisi yang sehat dalam kebijakan di industri jasa transportasi, KPPU memberikan tiga rekomendasi.

“Sedikitnya, ada tiga rekomendasi yang diberikan KPPU kepada pemerintah agar kebijakan yang dikeluarkan bisa mendorong penyelenggaraan industri jasa transportasi sesuai prinsip persaingan usaha yang sehat,” ungkap Ketua KPPU Syarkawi Rauf. Tiga rekomendasi ini adalah hasil dari rapat interbal KPPU,  yang diharapkan dapat ditindaklanjuti pemerintah.

Adapun tiga rekomendasi tersebut, kata Syarkawi, pertama KPPU meminta pemerintah menghapus kebijakan penetapan batas bawah tarif yang selama ini diberlakukan untuk taksi konvensional. Sebagai gantinya, wasit persaingan usaha ini menyarankan agar pemerintah mengatur penetapan batas atas tarif saja. Hal itu, katanya, karena penetapan tarif batas bawah akan berdampak pada inefisiensi di industri jasa angkutan taksi secara keseluruhan dan bermuara pada mahalnya tarif bagi konsumen.

“Tarif batas bawah juga menghambat inovasi untuk meningkatkan efisiensi industri jasa transportasi. Lebih jauh batas bawah tarif dapat menjadi sumber inflasi. Untuk itu kami merekomendasikan agar pemerintah pusat atau daerah berdasarkan kewenangannya menetapkan besaran tarif batas atas saja, tidak untuk batas bawah. Regulasi batas atas dapat menjadi pelindung bagi konsumen dari proses eksploitasi pelaku usaha taksi yang strukturnya bersifat oligopoli,” papar Syarkawi.

Kemudian, kedua KPPU menyarankan pemerintah tidak mengatur kuota atau jumlah armada baik taksi konvensional maupun online yang beroperasi di suatu daerah. Sebab menurut KPPU, penentuan jumlah armada bagi pelaku usaha angkutan diserahkan kepada mekanisme pasar. Setiap pelaku usaha akan menyesuaikan jumlah armadanya sesuai kebutuhan konsumen. Pengaturan oleh pemerintah akan mengurangi persaingan dan pada akhirnya merugikan konsumen. Namun begitu, ujarnya, pemerintah selaku regulator mesti mengawasi secara ketat pemegang lisensi jasa angkutan taksi. Pemerintah harus tegas dengan memberikan sanksi berupa pencabutan izin operasi alias mengeluarkan pelaku usaha dari pasar apabila melanggar regulasi.

Rekomendasi lainnya adalah KPPU menyarankan pemerintah untuk menghapus kebijakan surat tanda nomor kendaraan (STNK) taksi online yang diharuskan atas nama badan hukum. Menurutnya, pemerintah sebaiknya mengembangkan regulasi yang dapat mengakomodasi sistem taksi online dengan badan hukum koperasi yang asetnya dimiliki anggota. Sehingga, meskipun STNK tetap tercatat sebagai milik perseorangan tetapi dapat memenuhi seluruh kewajiban sebagai perusahaan jasa angkutan taksi dalam naungan badan hukum koperasi.

“Kewajiban STNK kendaraan taksi online atas nama badan hukum memiliki makna pengalihan kepemilikan dari perseorangan kepada badan hukum. Pengalihan STNK kendaraan pribadi menjadi koperasi tidak sejalan dengan prinsip gotong royong yang selama ini dibangun dan dianut oleh ekonomi Indonesia. Pengalihan ini juga tidak sejalan dengan UU Koperasi. Pola pengaturan STNK ini bisa memberikan ruang bagi masyarakat yang ingin berusaha dalam industri taksi online. Pemerintah seharusnya melihat sebuah peluang untuk mengembangkan sharing economy yang luar biasa besar dari taksi online ini, dengan mengubah tatanan di mana pelaku perseorangan bisa masuk ke dalam industri,” pungkas Syarkawi.