MAJALAH ICT – Jakarta. Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia yang pada hari Senin 21 Januari 2019 yang telah mengirimkan draft perbaikan dari rencana revisi PP 82/2012 yang sebelumnya telah dikembalikan oleh Kementerian Sekretariat Negara pada 20 Desember 2018. Dengan surat tersebut menegaskan Menkominfo tetap melanjutkan proses revisi PP 82/2012, di tengah keberatan para pihak. Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) bersuara keras menentang hal itu.
ACCI pun kemudian menyampaikan surat ke Menteri Sekretariat Negara yang juga ditembuskan ke Presiden Republik Indonesia, Menko Polhukam, Menko Ekonomi, Menkominfo, BSSN, Wantiknas dan Ombudsman Republik Indonesia.
Diungkap Alex Budiyanto selaku Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia, pihaknya sampai saat ini belum pernah diajak berdiskusi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk mencari solusi dan kesepakatan bersama mengenai rencana perbaikan revisi PP 82/2012 setelah Kementerian Sekretaris Negara Republik Indonesia mengembalikan draft revisi tersebut ke Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia pada 20 Desember 2018. “Hal tersebut menunjukan
bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia abai mengenai masukan dan keberatan dari masyarakat serta pelaku industri yang telah kami suarakan bersama selama ini,” katanya.
Menurut pendapat Alex, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia terlalu memaksakan diri untuk bisa segera memproses pengesahan revisi tersebut tanpa terlebih dahulu mencari solusi bersama atas keberatan masyarakat serta para pelaku industri yang jelas akan terdampak oleh rencana perubahan PP 82/2012.
“Kami berpendapat bahwa revisi PP 82/2012 apabila memang harus dilakukan, seyogyanya dilakukan melalui evaluasi/kajian yang transparan dan menyeluruh meliputi enforcement, monitoring dan evaluasi pelaksanaan PP 82/2012 di semua sektor dengan melibatkan semua pemangku kepentingan agar didapat kesimpulan yang lebih akurat dan objektif. Evaluasi dan kajian tersebut harus mengedepankan kepentingan nasional di atas kepentingan dan tekanan asing,” tegasnya.
Ditambahkannya, apa yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dengan melakukan klasifikasi data, kemudian klasifikasi data tersebut menjadi pembenar untuk bisa menempatkan data selain data klasifikasi strategis diluar wilayah Indonesia adalah tidak benar dan fatal. Saat negara maju mulai mengimplementasikan perlindungan data yang ketat di negaranya seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan aturan EU-GDPR, rencana revisi PP 82/2012 tersebut malah berpotensi membuat 90% data di wilayah Indonesia bisa ditempatkan diluar wilayah Indonesia tanpa ada aturan perlindungan data yang memadai. Ini jelas adalah sebuah kemunduran bagi negara, di saat tren dunia berebut data dan data is the new oil penyusun revisi PP 82/2012 justru tidak mau melihat atau abai atas hal tersebut.
“Kami memandang bahwa masih sangat banyak hal yang perlu dikaji dengan cermat dan transparan. Kami sama sekali tidak bermaksud menghambat maksud baik dari siapapun, namun perlu dipastikan terlebih dahulu bahwa maksud rencana revisi PP
82/2012 adalah untuk kepentingan nasional, kemajuan negara dan bermanfaat buat seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.
Alex menyampaikan harapannya agar rencana revisi ini dikaji kembali secara transparan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar revisi ini membawa manfaat besar untuk kepentingan nasional. “Kementerian Komunikasi dan Informatika pernah menyampaikan bahwa klasifikasi data strategis itu hanyalah 10% dari total seluruh populasi di Indonesia, dengan pernyataan tersebut
dan isi revisi di pasal 83 L yang menyebutkan bahwa selain data strategis boleh ditaruh diluar wilayah Indonesia maka revisi tersebut berpotensi besar membuat 90% data Indonesia lari ke luar wilayah Indonesia, apabila ini terjadi tentu ini akan sangat merugikan Indonesia di era data is the new oil, ayolah mari kita kaji kembali bersama, jangan terburu-buru mengesahkan revisi ini”, ujarnya.
Selain merugikan dari sisi ekonomi nasional, potensi 90% data akan lari ke luar wilayah Indonesia, tentu juga akan menjadi tantangan tersendiri bagi penegakan kedaulatan negara dan penegakan hukum. Alex sangat heran dengan langkah yang diambil oleh Menkominfo yang tetap ngotot melanjutkan revisi ini. “Saya heran ada agenda besar apa? Di saat negara maju sangat ketat melindungi data negaranya untuk tetap di wilayahnya seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa lewat EU GDPR, kita malah membuat aturan yang bertolak belakang. Mengherankan sekali, Menkominfo pasti paham regulasi yang dibuatnya berpotensi membuat 90% data Indonesia akan lari dari wilayah Indonesia tanpa regulasi perlindungan data yang memadai. Ini ada apa kok potensi kerugian negara yang sangat besar ini diabaikan?” keluhnya.