Search
Senin 2 Desember 2024
  • :
  • :

Insiden Sistem IT Bank Mandiri, BPKN: Tidak Bisa Ditoleransi dan BI Harus Tegas

MAJALAH ICT – Jakarta. Menyikapi insiden Saldo Nol Rupiah yang menimpa sebagian Konsumen Bank Mandiri di Pekanbaru, adalah suatu fault yang tidak bisa ditoleransi. Bank Mandiri perlu mengevaluasi ulang semua sistem Keamanan dan Sistem Transaksi Perbankannya. Tidak bisa hanya mengelak bahwa kegagalan akibat proses perawatan sistem semata. Demikian disampaikan Nurul Yakin Setyabudi, koordinator komisi kerjasama dan kelembagaan BPKN.

Menurut Nurul, Bank Indonesia sebagai Regulator Sistem Pembayaran juga perlu bersikap tegas terhadap Penyelenggara Sistem Pembayaran yang lalai dan telah menimbullan kerugian pada Konsumen. Bank Indonesia sebagai Regulator juga harus mendorong pemulihan hak konsumen yang dirugikan atas insiden ini. Bank Indonesia kedepan perlu menerapkan Mekanisme Denda atas gagalnya Sistem Pembayaran seperti ini oleh Penyelenggara. Demikian disampaikan

“Gagalnya suatu Sistem Pembayaran dampaknya ke konsumen akan luar biasa. Kegagalan Sistem Pembayaran dapat berakibat terganggunya transaksi yang mendesak, gagalnya Peluang Bisnis, maupun timbulnya biaya tak perlu, surcharge, denda dan waktu yang terbuang yang menjadi beban konsumen, bahkan bisa berakibat kehilangan nyawa bila suatu transaksi bersifat kritis dan terkait darurat medis atau kebencanaan. Dalam skala lebih luas, kegagalan suatu Sistem Pembayaran akan berdampak pada kepercayaan pada perdagangan, Sistem Moneter dan Ekonomi Nasional,” ungkap Nurul.

Dengan demikian Regulasi Keamanan Sitem dan SLA (Service Level Agreement) yang ketat, sehingga akan mendorong Penyelenggara Sistem Keuangan untuk membangun Sistem Pembayaran yang benar-benar andal dan aman, sehingga menjamin rasa aman bagi konsumen. Kerugian konsumen atas kegagalan sistem pembayaran harus dicegah dan dipulihkan bila terjadi insiden.

“Oleh karenanya sangat mendesak untuk merevisi Peraturan Bank Indonesia No. PBI No.16/1/PBI/2014 ttg Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran, dengan memperluas cakupan dan meningkatkan kapasitas lembaga terhadap perlindungan konsumen. Hal ini selaras dengan peningkatan inovasi teknologi informasi dan peningkatan Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik,” tambah Nurul Yakin.

Peningkatan perhatian perlindungan konsumen di Sektor Jasa Keuangan ini sesuai arahan G20 High Level Principles of Financial Consumer Protection, 2011 serta The Good Practices of Financial Consumer Protection, World Bank 2012 & 2017. Demikian juga Bank Indonesia perlu mendukung komitmen pemerintah untuk memperkuat perlindungan konsumen di Indonesia yang ditetapkan melalui Strategi Nasional Keuangan Inklusif (Perpres No. 82/2016) dan Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (Perpres No. 50/2017).

“Kejelasan akses pemulihan bagi transaksi e-commerce, sistem dan lembaga pemulihan sangat krusial, BPKN memperkirakan insiden PK terkait e-commerce akan meningkat pesat di tahun mendatang seiring dengan semakin inklusifnya kehidupan sosial ekonomi masyarakat dengan jasa teknologi finansial. Tanpa pengaturan segera oleh pemerintah atas keberadaan kepastian hukum dan jalur pemulihan bagi konsumen, insiden-insiden tersebut berpotensi berkembang tidak terkendali. Hal ini akan diperkut oleh semakin tingginya lalulintas e- commerce lintas batas (cross border)”, pungkas Ardiansyah, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada sabtu 20 juli 2109.