MAJALAH ICT – Jakarta. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan segera melakukan revisi atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) 2012, agar lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh lembaga penyiaran. Selain itu, dalam aturan yang baru, KPI diharapkan membuat aturan yang lebih detil tentang Do and Don’t bagi lembaga penyiaran. Hal tersebut disampaikan pengamat penyiaran Maman Suherman, saat menjadi nara sumber dalam Sekolah P3 & SPS angkatan ke-41, di kantor KPI Pusat (18/9).
Dalam penilaian Maman, para pekerja penyiaran baik televisi dan radio membutuhkan aturan yang lebih detil dari P3 & SPS yang ada saat ini. Maman juga memberikan contoh tentang regulasi seven dirty words di beberapa negara bagian di Amerika Serikat yang dilarang muncul di televisi. “Ada tujuh kata kotor yang dilarang muncul di televisi,” ujarnya sembari memberikan contoh kata apa saja yang terlarang. Seharusnya, menurut Maman, KPI juga dapat membuat panduan serupa.
Dalam kesempatan Sekolah P3 & SPS ini, Maman yang juga pernah terlibat dalam pembahasan P3 & SPS 2012 menjelaskan tentang beberapa aturan dalam program non faktual di televisi. Kepada peserta sekolah yang didominasi perwakilan televisi dan radio ini Maman juga mengingatkan tentang hal-hal teknis yang harus dijaga para pekerja televisi khususnya yang menangani infotainment, sinetron ataupun program non faktual lainnya.
Secara khusus tentang para pengisi acara atau artis, Maman menjelaskan bahwa tidak ada aturan di P3&SPS yang dapat menghukum artis. “KPI hanya berurusan dengan lembaga penyiaran,”ujarnya. Namun demikian, artis juga harus diingatkan bahwa jika sikapnya tidak dapat diatur, dapat berefek pada keberlangsungan program siaran yang nantinya pun berimplikasi pada eksistensi pengisi acara. Hal ini diakuinya kerap disampaikan kepada para artis komedi, mengingat posisinya sebagai Penasehat Persatuan Artis Komedi Indonesia (PASKI).
Beberapa conton kasus belakangan diangkat Maman sebagai bahasan untuk menjadi bahan pelajaran. Diantaranya teguran terhadap muatan kekerasan pada beberapa program siaran termasuk kartun dan promo film. Maman juga menjelaskan bagaimana cara KPI mengakomodir kepentingan publik di berbagai daerah saat ada nilai-nilai tradisi ataupun kepercayaan yang terusik oleh tayangan televisi.
Secara khusus Maman memberikan peringatan agar televisi berhati-hati dalam mengunggah materi siaran ke ranah internet. “Ada baiknya tayangan yang diunggah ke youtube diberikan watermark,” ujarnya. Hal ini untuk menghindari adanya rekayasa video dari pihak lain yang berpotensi masalah, namun disematkan tanggung jawabnya pada lembaga penyiaran.
Selain Maman, nara sumber lain yang ikut memberikan materi di Sekolah P3 & SPS hari ini adalah Ketua KPI Pusat Agung Suprio dan Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPI Pusat, Aswar Hasan. Sekolah akan berlangsung selama tiga hari sejak 18 September hingga 20 September mendatang. Peserta sekolah terdiri atas pekerja di lembaga penyiaran, mahasiswa, dan kelompok masyarakat yang sebelumnya telah mendaftarkan diri melalui website KPI Pusat www.kpi.go.id.