MAJALAH ICT – Jakarta. Beberapa waktu lalu digelar pertemuan koordinasi menyoal harmonisasi spektrum frekuensi radio di perbatasan Indonesia (INS) – Malaysia (MLA), khususnya di Dumai dan Pulau Rupat, Riau. Acara yang digelar Direktorat Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi itu dikoordinir Kasubdit Harmonisasi Spekturm Frekuensi Radio Irawati Tjipto Priyanti. Acara itu juga dihadiri Deputi V Kepala Staf Kepresidenan yang diwakili Theofransus Litaay selaku penanggung jawab pemantauan program prioritas nasional untuk bidang pengelolaan perbatasan, dimana pemantauan frekuensi radio menjadi salah satu kegiatan prioritas.
Pertemuan itu dilakukan untuk memantau perkembangan strong spillover, yaitu melimpahnya sinyal radio siaran FM MLA ke wilayah Indonesia dengan kuat medan (Dbm) yang cukup besar disertai dengan masifnya pendudukan kanal oleh radio siaran FM Malaysia. Hasil pemantauan dari Pulau Rupat dimanfaatkan sebagai data dan bahan pembahasan dalam forum Joint Committee Communications (JCC) Indonesia – Malaysia.
Selama ini Indonesia (INS) – Malaysia (MLA) telah membentuk forum bilateral yang disebut Joint Committee Communications (JCC) yang rutin bersidang setiap tahunnya untuk mengkoordinasikan dan mengharmonisasikan penggunaan spektrum frekuensi radio di kedua negara. Prinsip penggunaan spektrum frekuensi radio di perbatasan negara sebagaimana diamanatkan Radio Regulation ITU, yaitu saling berkoordinasi dan secara umum pemanfaatan spektrum frekuensi radio tidak boleh saling mengganggu (harmful interference).
Khusus untuk topik radio siaran FM di wiiayah perbatasan Indonesia – Malaysia yang telah cukup lama didiskusikan adalah adanya strong spillover, yaitu melimpahnya sinyal radio siaran FM MLA ke wilayah Indonesia dengan kuat medan (Dbm) yang cukup besar disertai dengan masifnya pendudukan kanal oleh radio siaran FM Malaysia. Hal ini bertentangan dengan ketentuan internasional sebagaimana diatur International Telecommunication Union (ITU). Hal ini telah dikeluhkan berbagai pihak termasuk oleh Wakil Gubernur Riau Wan Thamrin Hasyim.
Kondisi seperti itu berpotensi menyebabkan terjadinya gangguan dan terhambatnya pembangunan radio siaran FM di perbatasan serta potensi adanya informasi yang tidak seimbang di mana masyarakat wilayah perbatasan lebih banyak mendapatkan informasi tentang negara tetangga yang dikhawatirkan dapat mengikis semangat NKRI. Siaran nasional Indonesia yang berisi penguatan nilai-nilai kebangsaan maupun siaran hiburan yang memperkuat kebudayaan nasional tidak dapat dinikmati oleh warga di perbatasan akibat dari masalah ini.
Sebagai langkah strategis penyelesaian permasalahan tersebut telah dibentuk suatu Special Task Force (STF) untuk FM broadcasting dan sampai saat ini telah terlaksana tiga kali pertemuan. Di samping itu telah pula dilakukan joint measurement (pengukuran bersama) untuk wiiayah perbatasan kedua Negara secara bertahap (Sumatra dan Kalimantan) sejak tahun 2012, dan saat ini telah terkumpul data kondisi lapangan.
Berbagai upaya untuk mengajak pihak Malaysia mempelajari metoda-metoda maupun komparasi dengan negara lain telah dilakukan dan secara teknis dapat diketahui bahwa pengaturan RoM di atas dimungkinkan untuk dilakukan. Namun sampai saat ini perkembangannya belum terlalu kuat dari pihak Malaysia.
Kantor Staf Presiden memberi rekomendasi di antaranya peningkatan kapasitas dan power RRI serta peningkatan jangkauan siaran. “Selain itu, penting untuk menjadikan persoalan pendudukan kanal ini sebagai agenda pembahasan kedua negara melalui Kemenlu dan kementerian teknis,” kata Theo Litaay.
Negosiasi dan koordinasi lebih lanjut dengan Malaysia untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia dari aspek pemanfaatan spektrum frekuensi radio siaran FM juga harus diperkuat dengan mendorong Malaysia untuk memenuhi kesepakatan yang ada, untuk tahap pertama ini yaitu mengurangi spill over di wilayah perbatasan Sumatera.
Di sisi lain Indonesia sudah harus segera melaksanakan percepatan pembangunan infrastruktur broadcasting FM di wilayah perbatasan Indonesia agar masyarakat tmendapatkan layanan informasi mengenai negara sendiri. “Dengan pasokan informasi tentang Indonesia yang memadai, diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta pada bangsa dan negara dan sebagai perekat keutuhan NKRI,” pungkas Theo.