MAJALAH ICT – Jakarta. Indar Atmanto, mantan Dirut IM2 dituntut Jaksa Penuntut Umum dengan hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp500 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (30/5).
Dalam keterangannya yang dibacakan bergantian oleh pihak jaksa penuntut umum, Indar dianggap sah dan meyakinkan merupakan penanggungjawab penyalahgunaan frekuensi yang berakibat memperkaya Indosat dan IM2 dari 2006.
“Tersangka selaku Dirut IM2 saat itu, bersama Dirut Indosat Johnny Swandi Sjam dan Wakil Dirut Kaizad B. Herjee dengan sadar membuat perjanjian pada 24 November 2006 yang seolah-olah merupakan perjanjian penggunaan jaringan bersama, tapi secara praktiknya merupakan pemberian akses bagi IM2 untuk menggunakan frekuensi 3G Indosat guna dimanfaatkan pelanggan IM2 mengirimkan data dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya,” ujar tim jaksa penuntut umum.
Sebagai akibat dari adanya perjanjian tersebut, maka Indar dianggap telah melanggar UU Telekomunikasi No. 36 tahun 1999 khususnya pasal 34 ayat 1 tentang penggunaan spektrum dan orbit satelit yang harus disetujui Menkominfo.
Jaksa dalam pembacaan tuntutannya juga menyebutkan tindakan memperkaya perusahaan sudah dilakukan Indar sejak perjanjian kerja sama tersebut ditandatanganinya.
Adapun rincian tindakan memperkaya perusahaan yang dimaksud jaksa adalah Rp45 miiar (2007), Rp217 miliar (2008), Rp397 miliar (2009), Rp502 miliar (2010), dan Rp312 miliar (2011)
“IM2 dalam menggunakan frekuensi Indosat tidak membayar up front fee dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi selama 10 tahun hingga merugikan negara sampai Rp1, 358 triliun.
Adapun biaya up front fee yang seharusnya dibayarkan IM2 adalah Rp320 miliar sekali bayar, sedangkan BHP frekuensi yang harus dibayarkan adalah Rp32 miliar (2006), Rp64 miliar (2007), Rp116 miliar (2008), Rp211 miliar (2009), Rp294 miliar (2010), dan Rp312 miliar (2011).
Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum Indar Atmanto, Luhut Pangaribuan menyatakan akan memberikan pembelaannya pekan depan.
“Jaksa tidak melihat fakta-fakta di persidangan, dan ini adalah bentuk kesewenang-wenangan pengadilan. Ini akan dicatat dalam sejarah,” ujarnya.