MAJALAH ICT – Jakarta. Sebentar lagi, masyarakat Tionghoa-Indonesia akan menyambut Tahun Baru Imlek. Identik dengan warna merah dan emas serta balutan dekorasi yang semarak, Imlek menjadi momen istimewa untuk berkumpul bersama keluarga, mengungkapkan rasa syukur, dan berharap keberuntungan di tahun yang baru. Namun, selain Imlek, tahukah kamu ada tradisi menarik lainnya dari masyarakat Tionghoa-Indonesia yang juga punya nilai filosofis dan makna yang mendalam?
Berbagai tradisi khas masyarakat Tionghoa-Indonesia ini bisa disimak melalui unggahan kreator TikTok asal Tangerang, Elsa Novia Sena (@elsa.novias). Sejak 2022, Elsa aktif berbagi tentang sejarah, tradisi, dan budaya kepercayaan Peranakan Tionghoa-Indonesia di TikTok. Mulai dari berbagi upacara untuk merayakan mendiang neneknya hingga vlog perjalanan mengunjungi destinasi budaya Tionghoa yang bersejarah, Elsa menggunakan TikTok untuk membawa masyarakat dan komunitas TikTok mengenal budaya Tionghoa di Indonesia secara lebih dekat.
Untuk melihat keseruan ragam tradisi masyarakat Tionghoa-Indonesia, sekaligus menyelami makna unik di baliknya, yuk simak cerita Elsa berikut ini!
Tahun Baru Imlek: Hidangan Hingga Aktivitas Wajib untuk Undang ‘Keberuntungan’
Untuk merayakan tahun baru menurut kalender Tionghoa ini, komunitas Tionghoa di Indonesia biasanya sibuk mempersiapkan berbagai hidangan yang wajib disajikan saat Imlek saat berkumpul dengan keluarga. Tak hanya nikmat, berbagai hidangan ini punya makna khusus, lho!
Di salah satu kontennya, Elsa menjelaskan berbagai makna dibalik hidangan khas Imlek, mulai dari lapis legit yang melambangkan rezeki yang berlapis-lapis; manisan segi delapan, di mana angka delapan melambangkan rezeki, keberuntungan, dan keutuhan yang tidak pernah putus; dan jeruk mandarin yang warnanya menyerupai emas dan melambangkan rejeki melimpah.
Selain hidangan yang lezat, ternyata, ada juga beberapa aktivitas yang dilarang saat Imlek, loh. Misalnya, memakai pakaian berwarna hitam dan putih yang melambangkan duka; menyapu maupun keramas saat Imlek yang setara dengan ‘membersihkan keberuntungan’; dan bersedih saat Imlek karena dipercaya akan mendatangkan kesedihan sepanjang tahun.
Cap Go Meh: Arak-arakan Keliling Kota untuk ‘Usir’ Kesialan
Setelah Hari Imlek usai, bukan berarti perayaan awal tahun di kalender Tionghoa berakhir. Setiap hari ke-15 setelah Imlek, masyarakat Tionghoa akan merayakan Cap Go Meh, yakni perayaan puncak dari tahun baru Imlek. Biasanya perayaan ini dilakukan dengan arak-arakan meriah di sepanjang jalan, festival lampion, serta pertunjukan Barongsai yang menandakan kesuksesan, keberuntungan dan pengusir hal-hal buruk.
Elsa menceritakan, di Indonesia, Cap Go Meh juga dirayakan dengan meriah oleh masyarakat Tionghoa di beberapa daerah di Indonesia. Sebagai contoh, di Pontianak dan Singkawang, perayaan ini dirayakan dengan pawai Tatung. Tatung sendiri adalah sebutan untuk orang yang dirasuki oleh roh leluhur, yang selanjutnya akan diarak mengelilingi kota dengan tujuan untuk menolak bala (kesialan).
Selain itu, mirip seperti Imlek, Cap Go Meh juga memiliki hidangan khas seperti lontong Cap Go Meh, serta hidangan lainnya yang juga disantap saat Imlek seperti kue keranjang dan jeruk mandarin.
Tradisi Ceng Beng: Bakar ‘Emas’ hingga ‘Mobil’ Saat Ziarah
Dua bulan setelah peringatan Imlek, masyarakat Tionghoa-Indonesia biasanya akan merayakan Ceng Beng atau Qing Ming, upacara tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan berziarah ke makam leluhur. Menurut Elsa, tradisi Ceng Beng adalah bentuk penghormatan kepada leluhur yang sudah mengajarkan kita untuk berbakti semasa hidup.
Elsa menjelaskan sebelum Ceng Beng, biasanya masyarakat Tionghoa akan berziarah sekitar 10-14 hari untuk membersihkan makam leluhur. Sebagian orang juga bahkan lebih memilih untuk mudik saat Ceng Beng dibanding Imlek, sebab ziarah ini menunjukkan bakti mereka terhadap para leluhur.
Uniknya, sebelum mengunjungi makam leluhur, anggota keluarga biasanya akan menyiapkan beberapa benda termasuk dupa, lilin, dan seperangkat kebutuhan para leluhur, seperti pakaian, uang, emas, HP, bahkan mobil! Jangan kaget, sebab tentunya benda-benda ini hanya simbolik yang terbuat dari kertas dan nantinya akan dibakar.
Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan para leluhur di akhirat. Ketika berziarah, para anggota keluarga akan membersihkan makam dan tak lupa menancapkan kertas tecua di atas tanah makam. Kertas tersebut menjadi penanda bahwa makam para leluhur telah dikunjungi oleh anak-cucu mereka.
Bicara soal kenapa Elsa memilih TikTok untuk berbagi budayanya, Elsa mengatakan “Berkat jangkauan TikTok yang sangat luas, saya senang tidak hanya dapat memperkenalkan budaya dan tradisi Tionghoa, tapi juga menunjukkan bahwa suku Tionghoa bukan ‘pendatang baru’ karena kami pun ikut berkontribusi dalam sejarah, termasuk dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia”. Elsa menambahkan, “Saya harap video yang saya unggah di TikTok tidak hanya memperlihatkan sisi menarik dari tradisi Tionghoa, tapi juga ikut mengedukasi masyarakat tentang makna mendalam di balik setiap tradisi Tionghoa di Indonesia.”
Nah, bagi kamu yang tertarik untuk memperdalam pemahaman budaya peranakan Tionghoa di Indonesia, Elsa juga menggelar Benteng Walking Tour (@bentengwalkingtour).
Tur yang dipandu oleh Elsa dan sang Ayah ini mengajak peserta untuk mengunjungi pusat budaya komunitas Tionghoa, mulai dari bangunan bersejarah, pertunjukan musik, dan mencicipi kuliner Tionghoa-Indonesia. Lebih dari sekadar berbagi pengetahuan, Benteng Walking Tour juga turut berperan dalam menghidupkan kembali situs bersejarah dengan meningkatkan jumlah pengunjung ke destinasi seperti Museum Benteng Heritage. Digelar setiap akhir pekan, Elsa dan ayahnya biasa memandu sekitar 50-80 peserta di setiap turnya..
Perjalanan Elsa dalam membagikan keseruan ragam tradisi masyarakat Tionghoa-Indonesia tak berhenti sampai di sini. Ke depannya, Elsa ingin melakukan perjalanan ke pulau-pulau dan kota-kota lain di Indonesia untuk mengeksplorasi warisan budaya Tionghoa di Indonesia dan membagikan temuannya kepada para penontonnya.
Konten edukasi dan kebudayaan yang dibagikan Elsa menunjukkan bagaimana TikTok bisa menjadi ruang bagi kreator dari berbagai latar belakang untuk berbagi cerita unik mereka, sekaligus menjalin hubungan dengan komunitas yang lebih luas. Tidak hanya Elsa, ada banyak kreator TikTok lainnya dari berbagai latar belakang daerah dan budaya yang terus melestarikan budaya Indonesia dan membagikan cerita uniknya melalui TikTok.