MAJALAH ICT – Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) bersinergi dengan Industry Task Force (ITF) untuk memperkuat ekosistem digital di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa salah satu fokus utama kolaborasi ini adalah meningkatkan akses konektivitas melalui investasi dari dalam maupun luar negeri.
“Dalam hal investasi 5G dan akses konektivitas digital, area ini perlu mendapat perhatian lebih. Baik melalui pendanaan negara sendiri maupun dengan melibatkan pihak swasta, baik dalam maupun luar negeri,” kata Meutya dalam audiensi bersama ITF di kantor Kemkomdigi, Jakarta.
Selain konektivitas, Meutya menyoroti pentingnya tata kelola digital sebagai kebijakan utama di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Ia menekankan bahwa percepatan ekosistem digital harus disertai dengan regulasi yang baik dan mendorong munculnya lebih banyak startup tanpa menghambat perkembangan UMKM.
“Salah satu faktor kunci dalam penguatan ekosistem digital adalah kesiapan negara dalam memiliki pusat data yang andal dan aman,” kata Meutya.
Ia menambahkan bahwa persiapan pembangunan pusat data nasional harus selaras dengan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sistem digital yang ada.
“Kita tahu bahwa data center milik swasta sudah ada, tetapi pemerintah juga perlu memiliki pusat data yang cukup kuat,” ujarnya.
Meutya juga membuka peluang bagi sektor swasta untuk berkolaborasi dalam pengembangan pusat data nasional.
Menurut Meutya, kolaborasi ini akan memperkaya perspektif pemerintah dalam membangun infrastruktur digital yang lebih baik.
“Pemerintah tidak harus memiliki pusat data sendiri. Jika pihak swasta ingin berkontribusi dalam satu ekosistem bersama, tentu kami terbuka. Ini akan membuka wawasan baru mengenai bagaimana pusat data nasional bisa dibangun secara optimal,” jelas Meutya.
Meutya menyinggung tren global terkait boikot terhadap produk kecerdasan buatan (AI) dari negara tertentu. Ia menegaskan bahwa Indonesia akan mengadopsi prinsip kebijakan luar negeri yang terbuka dalam penggunaan teknologi AI dari berbagai negara.
“Indonesia harus mengikuti prinsip diplomasi luar negeri, yaitu bisa mengakses teknologi dari semua pihak. Baik teknologi dari negara A maupun B, kita tidak akan melarang. Yang terpenting adalah kesiapan masyarakat dan ekosistem digital kita dalam menghadapi transformasi teknologi yang semakin pesat,” ujar Meutya.