MAJALAH ICT – Jakarta. Meta, Bain & Company, DSG Consumer Partners, meluncurkan laporan tahunan SYNC Asia Tenggara dengan judul ‘Gerakan Berani: Memimpin gelombang pertumbuhan konsumen Asia Tenggara berikutnya’ pada hari ini. Laporan ini mengungkap beberapa wawasan tentang perubahan lanskap konsumen Asia Tenggara dan bagaimana keanekaragaman ini membuka berbagai peluang signifikan bagi bisnis di wilayah tersebut, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Munculnya hierarki baru antara kebutuhan dan keinginan
39% dari konsumen yang kami survei di Asia Tenggara mengindikasikan adanya pengurangan pengeluaran rata-rata dalam satu tahun terakhir, dengan alasan utama seputar stabilitas ekonomi (63%) dan biaya hidup (58%). Pengurangan pengeluaran terbesar terdapat pada kategori alkohol dan elektronik; sementara kategori makanan, perawatan pribadi, dan kesehatan tetap bertahan.
Namun, laporan ini mencatat bahwa meskipun pengeluaran berkurang, konsumen sedang menentukan ulang prioritas tentang apa saja yang mereka anggap sebagai kebutuhan dan keinginan. Kemewahan yang disebutkan sebelumnya seperti makan di luar setiap minggu, pakaian bermerek, dan gawai terbaru telah beralih menjadi sesuatu yang dianggap sebagai “kebutuhan” baru oleh konsumen. Di semua tingkat pendapatan, media sosial disebut sebagai kategori esensial teratas, dan layanan streaming muncul sebagai kategori esensial yang berkembang.
Kelompok Generasi Z dan ekonomi tunggal penting untuk dilibatkan
Menurut laporan ini, populasi pekerja di Asia Tenggara diperkirakan akan bertambah sebanyak 24 juta orang pada tahun 2030. Dengan meningkatnya pendapatan serta pertumbuhan kelas menengah dan menengah atas, wilayah ini makin mendekati titik infleksi yang akan mempercepat laju pertumbuhan konsumsi. Generasi Z dan rumah tangga tunggal menjadi dua segmen konsumen yang mendorong pertumbuhan ini secara khusus.
Saat ini, Generasi Z menyumbang 23% dari total populasi Asia Tenggara, sementara ekonomi tunggal, yang terdiri dari rumah tangga tunggal, sedang mengalami perkembangan dan didorong oleh tiga kelompok demografis utama, yaitu orang dewasa yang masih lajang, profesional muda, dan migran muda di perkotaan. Perubahan dalam ukuran rumah tangga diperkirakan akan terlihat paling menonjol di Filipina, Singapura, dan Thailand, dengan perkiraan peningkatan sebesar 20% dalam rumah tangga tunggal pada tahun 2030.
” Sebagai suatu wilayah, Asia Tenggara telah menunjukkan resiliensinya di tengah perlambatan ekonomi global, dan sentimen konsumen mulai pulih di sebagian besar pasar. Hal i ni menjadi peluang besar bagi bisnis untuk memenuhi kebutuhan sekitar 700 juta konsumen dalam perekonomian senilai $4 triliun yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,6% hingga tahun 2030 (dibandingkan dengan 2,7% secara global). Asia Tenggara telah berulang kali menunjukkan pentingnya wilayah ini sebagai bagian dari portofolio investor dengan valuasi global yang signifikan dan dampak laba rugi. D iperlukan langkah-langkah yang berani untuk mewujudkan potensi penuh dari wilayah ini: menimbang kembali ambisi Anda di Asia Tenggara dengan menentukan prioritas, urutan, dan yang paling penting adalah pendanaannya. Perusahaan juga seharusnya memiliki obsesi terhadap konsumen lokal dan mengembangkan model operasional yang responsif secara lokal – menyeimbangkan antara keunggulan skala yang sudah ada dan pola pikir gebrakan disruptif,” kata Praneeth Yendamuri, Partner di Bain & Company.
Menurut laporan ini, Generasi Z lebih menghargai individualitas, keaslian, dan identitas dibandingkan dengan generasi lainnya. Generasi Z juga tidak hanya terpusat pada digital, namun juga sangat terlibat dalam komunitas digital–dengan pengiriman pesan bisnis rata-rata delapan kali sebulan, dan 82% dari peserta survei mengatakan, bahwa mereka adalah bagian dari komunitas daring.
AI (Kecerdasan Buatan) memberdayakan personalisasi di seluruh generasi
Sementara Generasi Z berada di garis depan perilaku yang berbasis digital di Asia Tenggara, generasi lebih tua mengejar dengan cepat dan tidak jauh tertinggal dalam bereksperimen dengan teknologi baru. Fakta bahwa semua generasi di wilayah ini menghabiskan lebih banyak waktu daring dan mencoba teknologi baru seperti AI, VR, dan teknologi kesehatan akan memengaruhi keberhasilan bisnis Asia Tenggara dalam berinteraksi dengan konsumen.
Laporan ini mengidentifikasi bagaimana bisnis di Asia Tenggara mulai menggunakan AI untuk berbagai tujuan pemasaran dan mengatasi masalah spesifik di wilayah tersebut, seperti bahasa budaya, dan preferensi yang beragam. “Kecerdasan Buatan mendukung pengalaman yang lebih baik bagi masyarakat dan membantu memberikan hasil yang lebih baik bagi bisnis. Di Meta, kami menggabungkan mesin penemuan yang diberdayakan oleh AI kami dengan koneksi sosial yang selalu menjadi inti platform kami untuk memberikan pengalaman yang lebih relevan, menghibur, dan sesuai secara lokal. Dengan adanya alat-alat baru yang berdampak besar, tidaklah mengherankan bahwa pelaku pemasaran di Asia Tenggara sudah mulai memanfaatkan Kecerdasan Buatan untuk menghasilkan keterlibatan dan kinerja yang lebih efektif,” ujar Benjamin Joe, Wakil Presiden, Asia Tenggara dan Emerging Market di Meta.
Terkait dengan apa yang akan datang, laporan ini menemukan bahwa 73% pemimpin bisnis peserta survei mengakui adanya peluang dari Kecerdasan Buatan, tetapi mereka belum siap untuk memanfaatkan peluang tersebut. Laporan tersebut menyebutkan bahwa fokus pada pemasaran dengan personalisasi dan investasi dalam alat-alat yang diberdayakan oleh Kecerdasan Buatan untuk memfasilitasi personalisasi dalam skala besar akan memungkinkan bisnis untuk menjangkau konsumen Asia Tenggara dan mendorong ROI yang kuat secara efektif. “Kini, merangkul teknologi Kecerdasan Buatan menjadi lebih penting daripada sebelumnya bagi bisnis yang bertujuan untuk berkembang di lanskap digital Asia Tenggara yang terus berubah,” tambah Benjamin Joe.
Munculnya pendobrak disruptif
Didefinisikan sebagai merek-merek yang baru masuk ke pasar dan tumbuh lima kali lebih cepat dalam pendapatan dibandingkan dengan laju pertumbuhan kategori mereka, saat ini, pendobrak disruptif meraup pendapatan sebesar US$52 miliar di Asia Tenggara saja dan meraih pangsa pasar sebesar 23% pada tahun 2022. Kategori-kategori teratas pendobrak disruptif yang telah berhasil meraih pangsa pasar meliputi produk kecantikan dan perawatan pribadi serta makanan kemasan.
“Pendobrak disruptif adalah merek-merek baru berusia kurang dari 10 tahun dengan pertumbuhan pangsa pasar yang kuat. Dengan perubahan ‘keinginan’ menjadi ‘kebutuhan’ dan ketidakpuasan terhadap apa yang ditawarkan oleh merek-merek lama yang sudah ada, tidak mengherankan jika konsumen Asia Tenggara memilih pendobrak disruptif untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi dan ekspektasi yang terus berkembang,” tutur Mr. Sameer Mehta, Kepala Asia Tenggara di DSG Consumer Partners.