MAJALAH ICT – Jakarta. Di era vaksinasi saat ini, perekonomian Indonesia terus diunggulkan karena bonus demografi dan adopsi ekonomi digital yang sangat pesat. Investasi di bidang teknologi maupun sektor – sektor pendukung lainnya seperti e-commerce, telekomunikasi, dan logistik meningkat pesat sejak era pandemi, memberikan momentum bagi industri keuangan dan perbankan khususnya untuk mengambil peluang di tengah perubahan perilaku konsumen di Indonesia.
Demikian diskusi yang muncul dalam acara Diskusi Roundtable PT Bank HSBC Indonesia bersama rekan – rekan media ekonomi makro dan perbankan yang diselenggarakan oleh Indonesia Economic Forum pada Selasa, 9 Maret 2021 lewat Zoom Meeting. Diskusi yang bertajuk “Tren Investasi dan Perbankan di Era Pasca Vaksinasi” ini mengadirkan beberapa pembicara seperti Eri Budiono, Direktur Commercial Banking PT Bank HSBC Indonesia, Edhi Tjahja Negara, Direktur Wealth & Personal Banking PT Bank HSBC Indonesia dan dimoderatori oleh Shoeb Kagda, Founder & CEO Indonesia Economic Forum. Turut hadir juga Alina Pranoto, VP Communications PT Bank HSBC Indonesia dan belasan wartawan dari berbagai media nasional.
Eri Budiono, Direktur Commercial Banking PT Bank HSBC Indonesia menyatakan dari sisi sentimen positif, program vaksinasi yang sedang dijalankan pemerintah dinilai akan sangat memberikan momentum bagi pertumbuhan ekonomi. Apalagi kalau pemerintah Indonesia bisa mencapai tingkat vaksinasi hingga 700.000 per hari, tentunya dengan bantuan berbagia pihak seperti swasta (lewat program vaksinasi gotong royong), yang pada akhirnya akan mendorong pent up demand (peningkatan permintaan secara cepat karena sudah tidak tertahankan lagi) sebagaimana yang terjadi di Inggris dimana pemerintah Inggris telah menvaksinasi lebih dari seperempat penduduknya.
“Faktor lain adalah adanya tren ekonomi digital. Kita lihat selain perbankan digital, sektor lain seperti e-commerce, logistik, telekomunikasi, tower company, dan warehouse logistic akan tumbuh. Menarik memang sektor e-commerce ini mengingat pengguna kita kabarnya sudah melebihi populasi. Dan juga dengan adanya financial inclusion (laku pandai) memberikan peluang ke para UMKM. Pemerintah ingin sekali membawa UMKM ini ke platform global seperti di Korea, China, India. Kami sebagia bank yang punya international network juga terus melihat peluang ini dan kami ingin sekali membawa UMKM ke platform global tentunya banyak hal yang bisa kita bantu mulai dari bagaimana mereka menghandle dispute, mendesain virtual tokonya dengan bagus,” kata dia.
Ditambahkan, tren perbankan digital khususnya di segmen corporate banking sudah naik pesat sejak pandemi. Ke depan, bank akan berlomba untuk melayani kliennya secara digital. Dan untuk ini, HSBC sendiri sudah siap dengan pemberlakuan remote working, flexible hours bahkan sampai moms hours. Layanan lewat saluran digital akan terus diperkuat seiring dengan berkurangnya tren layanan brick and mortar (kantor cabang). HSBC melihat cost to serve akan jauh lebih rendah lewat saluran digital. Dari sisi kecepatan untuk memproses dan potensi untuk meminimalisir fraudnya pun lebih baik. Bank dalam hal ini perlu berinvestasi agar memiliki sistem yang resilience dan tidak mudah diterobos para hacker.
“Kalau dari sisi digital investment ada dua garis besar. Pertama kami sudah investasi banyak dan akan terus dilanjutkan ke depan. Makanya rasio WFH kami tinggi sekali di industri, di kantor pusat sudah di atas 90%, ini baru dari sisi back-end. Di sisi front-end, kedepan bagaiman akami melayani customer tentu harus terus dikembangkan. Bukan hanya dalam hal bisa transaksi lewat mobile atau secara remote saja, tapi fitur lainnya semisal nasabah mau mengecek LC mereka sudah sampai mana kami bisa berikat tracking system, kami juga sedikan fasilitas pembayaran langsung ke banyak supkir, transaksi FX, buka LC, kirim atau transfer uang dan sebagainya,” tambah Eri.
Edhi Tjahja Negara, Direktur Wealth & Personal Banking PT Bank HSBC Indonesia menambahkan, ekonomi digital Indonesia sangat menarik bagi investor. Dari sisi demografi populasi sendiri, posisi Indonesia disbanding negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Thailand dan Vietnam berbeda, dimana Indonesia memiliki bonus demografi yang apabila dikelola dengan baik dalam 5 hingga 10 tahu ke depan akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi ke depan.
Dari studi yang dilakukan secara internal bertajuk Insight Customer 2050, didapati akan ada pertumbuhan signifikan dari low income ke middle income maupun upper class. Diperkiran akan ad alebih dari 120 juta penduduk Indonesia yang naik kelas dari tahun 2021 hingga tahun 2050 mendatang. Artinya segment wealth management akan prospective.
Potensi lain, adanya perubahan customer spending behavior yang biasanya offline menjadi online. Di satu sisi, leisure spending seperti travelling, liburan dan menginap di hotel turun signifikan. Juga adanya adopsi teknologi oleh semua lapisan masyarakat yang lebih cepat, yang semula diprediksi baru akan terjadi di tahun 2025, sudah terjadi hari ini.
“Semua potensi ini harus kita antisipasi saat situasi sudah normal bagaimana kesiapan kita terhadap trend kebutuhan yang baru. Sekarang orang–orang berbicara mengenai wealth, tapi tidak hanya mengenai sisi finansial tapi juga yang health related. Landskapnya sudah berubah. Kita juga perlu mengantisipasi bagaimana kita memberi kemudahan ke konsumen untuk bertarnasaksi. Digital journey menjadi penting bagi setiap institusi. Bahkan menariknya adopsi teknologi untuk kelompok usia lansia di Indonesia meningkat. Mereka sudah terbiasa ikutan zoom. Artinya pola transaksi dan kebutuhan finansial mereka berubah (karena sudah jarang keluar rumah), yang tentu akan lebih banyak dilayani oleh saluran digital ke depannya,” kata Edhi.
Digital banking di HSBC sendiri meliputi dua aspek, sisi digital banking untuk customer daily transaction dan juga terkait digitalisasi semua proses penjulan wealth management. Mengingat saat ini makin banyak penduduk yang memikirkan financial planning, financial needs, financial goal and risk profile mereka, mau tidak mau ini semua harus dilayani lewat saluran digital. Itulah mengapa digital banking akan menjadi fokus dan kekuatan HSBC.
“Ada sebagian besar spending yang tidak dilakukan, yang tentunya dana ini pindah ke saving dan investment. Maka itu kita perlu memberikan financial advisory kepada msyarakat Indonesia, memberikan mereka pilihan yang tepat dan benar. Ini menjadi fokus kami dan kami terus ride with momentum,” tambah Edhi.
Industri terkait seperti fintek, P2P, asuransi, produk pasar keuangan lainnya juga akan terus tumbuh bersama perbankan khususnya segment wealth management. Tren terakhir menunjukan pemain P2P lending, fintek dan asuransi digital di pasar modal terus bertambah selama pandemi, meski momentum pertumbuhannya mungkin baru akan terlihat di era pasca pandemi mengingat saat ini mereka masih menyesuaikan kondisi new normal.
“Jadi memang segmen millennial sangat potensial. Hari ini HSBC juga sedang menajamkan kembali proposisi kami dan terus mengeksplor layanan digital yang sesuai dengan aspirasi mereka. Misalnya mereka kan suka dengan sesuatu yang gak dibatasi, kita pertimbangkanlah fitur transfer berkali – kali. Kami juga selalu menggunakan Key Opinion Leader (KOL) dalam setiap komunikasi kami dan mendekatkan diri dengan mereka. Kami juga melakukan studi rutin tiap tahun untuk menggali tren – tren baru yang muncul. Tren kami yang terakhir, millennial ini menginginkan 3 hal: mempersiapkan pendidikan untuk anak mereka, memiliki rumah sendiri dan memiliki bisnis sendiri. Dari sana kami akan menyipkan layan dan produk yang kira – kira sesuai dengan aspirasi mereka,” kata Edhi.