MAJALAH ICT – Jakarta. Memang ada yang tidak biasa dengan perhelatan Pemilihan Umum sejak April untuk memilih Legislatif hingga Juli ini dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden. Komisi Pemilihan Umum, tidak lagi menayangkan hasil Tabulasi Nasional Pemilu (TNP) melainkan menghitung semua secara manual dan berjenjang dalam rapat rekapitulasi. Dan ternyata, ini merupakan strategi tersendiri bagi KPU untuk mengamankan diri dari peretasn yang dilakukan hacker seperti yang terjadi dalam Pemilu-Pemilu sebelumnya.
"KPU tidak melakukan real count semacam arti hitung cepat tabulasi nasional. Penghitungan yang dilakukan KPU adalah penghitungan manual secara berjenjang. Itu hasilnya baru ke luar nanti di akhir proses rekapitulasi pada 22 Juli," terang Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah.
Dengan penghitungan data rekapitulasi berjenjang, dari kelurahan hingga tingkat pusat, maka KPU tidak menyimpan database data yang bisa diretas dan diganti-ganti. Memang ada celah keamanan karena KPU tetap juga menampilkan hasil pindaian (scan) hasil berupa formulir C1 kemudian DA1, DB1 yang diungkap ke situs KPU, namun hasil scan tersebut hanya untuk memperlihatkan adanya transparansi penghitungan suara yang telah dilakukan, namun dalam rapat tingkatan yang lebuh besar, tetap saja data yang verifikasi adalah data manual dari formulir yang ada hologram nya.
Sehingga, tidak mengherankan perhitungan suara Pilpres ini aman dari tangan-tangan peretas. Keadaan terburuk pernah terjadi tahun 2004, ketika Situs TNP KPU diretas dimana nama partai-partai diganti dengan Partai Kolor Ijo, Partai Jambu, dan sebagainya serta adanya anomali data yang membuat suara untuk salah satu partai tiba-tiba melonjak drastis, meski kemudian terkoreksi dan kembali ke semula.