MAJALAH ICT – Jakarta. Berita palsu atau hoax menjadi perhatian di banyak negara akhir-akhir ini. Negara-negara di dunia menyikapinya dengan cara yang berbeda-beda. Sementara di Indonesia pemerintah gencar mengkampanyekan Gerakan Anti Hoax, pemerintah negara lain justru fokus untuk mengatur penyedia platform media sosial seperti Facebook, Google maupun twitter
Seperti terjadi di Jerman. Kabinet Kanselir Jerman Angela Merkel dikabarkan usulan untuk membantu mengekang kehadiran berita palsu di media sosial. Dalam aturan rancangan undang-undangnya, akan memaksa perusahaan media sosial, untuk segera menghapus konten dari situs situs mereka akan informasi yang dinilai sebagai kebencian atau berita palsu, atau denda yang mencapai hingga 50 juta euro atau sekitar $ 53 juta, yang jika dirupiahkan menjadi sekitar Rp.700 miliar.
RUU tersebut memang masih harus disetujui oleh Parlemen Jerman, tapi anggukan Kabinet untuk memberi dukungan menjadi pertanda baik untuk pengesahan RUU ini. RUU ini merupakan respon terhadap serangan “berita palsu” yang muncul selama pemilihan presiden Amerika Serikat 2016. Jerman juga akan menghadapi pemilu tahun ini.
Sementara itu, Facebook telah mengumumkan beberapa upaya untuk memerangi penyebaran berita palsu, seperti pelabelan konten berita terkait dengan website yang dikenal sebagai pemasok berita palsu. Anggota parlemen Jerman mengatakan perusahaan media sosial belum bertindak cukup cepat untuk menghalangi aliran pernyataan kebencian dan informasi palsu.
Hal senada disampaikan Menteri Kehakiman Jerman Heiko Maas “Para penyedia jaringan sosial bertanggung jawab ketika platform mereka disalahgunakan untuk menyebarkan kejahatan rasial atau berita palsu,” kata Heiko dalam sebuah pernyataan. Heiko juga mengatakan bahwa perlu hukum yang serupa diterapkan di seluruh Uni Eropa untuk penindakan agar aturan yang dikeluarkan benar-benar bisa berjalan.